Dr Herman Hofi Munawar menekankan kepada pemerintah agar pelayanan publik lebih baik pelayanannya kepada masyarakat di semua sektor.

Lingkaranistana.ad.Kalbar Menurut pengamat dan pakar hukum Dr Herman Hofi kepada awak media menerangkan pada hari Kamis 6 Juni 2024 Wib.

 

Dalam  rangka meningkatkan kemampuaan dalam pelayanan publik, maka  Aparatur pemerintahan  dalam semua. Level nya  wajib melakukan inovasi sesuai dengan tuntutan zaman.

 

Oleh sebab itu   sangat penting. Untuk terus melakukan berbagai inovasi.

 

Hal ini menjadi penting  sebab  inovasi menjadi kunci dalam peningkatan kualitas pelayanan publik, sekaligus sebagai kunci untuk memenangkan persaingan.

 

Oleh karena itu jika  instansi pemerintah dalam  semua level baik pusat maupun pemda tidak berinovasi,  maka dapat di pastikan akan sulit memenuhi ekspektasi publik yang kian hari  semakin menigkat

 

Oleh karena itu persoalab inovasi ini harusnya

menjadi budaya yang tumbuh di birokrasi. Birokrasi tidak  tidak boleh statis, birokrasi tidak terjebak pada comfort zone, yang  akan menurunkan produktifitas.

 

Birokrasi  sebagai  instansi pemerintah  menyadari betul bahwa  inovasi pelayanan publik dalam berbagai bentuk nya  sangat urgen  dan  hal ini merupakan jantung nya pelayanan publik. Inovasi  yang seharusnya  membuat masyarakat semakin memper mudah  mengakses dalam berbagai sektor.

Namun  saat ini kondisi birokrasi  semakin tidak bergairah dalam berinovasi.

 

Hal  ini dikarenakan semangat penegakan hukum  yang terkesan  out of context.

Kita tentu sepakat bahwa  Penegakan hukum merupakan  hal  yang  sangat peting.

 

Hukum sebagai  instrument kontrol…tampa kontrol  kekuasaan  akan cendrung menyimpang dan tentu  saja  penegakan hukum sesuai  dengan kaidah hukum, bukan penegakan hukum yang  cendrung “emosional”.

Persoalan hukum yang terjadi saat ini  semakin lama semakin kompleks, sebagian justru berada di luar nalar manusia normal mulai gugatan anak terhadap orang tua hingga melakukan korupsi dana bantuan sosial.

 

Beberapa dari persoalan yang muncul menyangkut kemanusiaan, dan menyentuh  institusi keagamaan, apalagi  persoalan2 tsb masih bersifat sumir. Kondisi demikian  yang seharus nya  dapat diselesaikan melalui pendekatan non-pidana.

 

Persoalan pengadaan barang dan  jasa selalu melakukan pendekatan pidana padahal sangat jelas ada mikanisme penyelesaian persoalan pengadaan barang dan jasa. Instrumen itu tidak digunakan dalam menyelesaian masalah. dan bahkan persoala kesalahan administrasi  ditarik tarik pada ranah pidada. Kondisi seperti ini memperlemah  kerja kerja  birokrasi.

 

Mendahulukan hukum pidana seolah-olah akan mampu secara tuntas semua persoalan di masyarakat, termasuk yang menyangkut aspek kemanusiaan.

 

Penyelesaian secara administratif, perdata, atau adat seolah-olah dikesampingkan. Persoalan ini justru menimbulkan problem  lemah nya birkorasi untuk berinovasi.

 

Aparat penegak hukum kita melihat seolah-olah hukum pidana itu bukan lagi sebagai ultimum remedium, Dicari-cari pasalnya agar masuk pidana, Ultimum remedium adalah pandangan yang menempatkan hukum pidana sebagai sarana terakhir menyelesaikan persoalan hukum sudah tidak dipandang lagi.

 

Hukum pidana digunakan secara berlebihan dan  bahkan ada kecendrungan digunakan secara salah. Azas lex specialis derogat lex generalis tidak menjadi perhatian  dalam penegakan hukum.

 

 Penegakan hukum saat ini cenderung emosional, tidak rasional. Penegakan hukum bercampur aduk dengan kepentingan politik dan kapitalisme.

Semakin memperburuk keadaan  sekadar untuk mengejar target.

Penegakan hukum  kadang melanggar ketentuan formal.

 

Aparat penegak hukum tidak ingin dan bahkan tidak shka  diganggu oleh elemen kritis yang

 sering melayangkan kritik, dari berbagai latar belakang.

 

Kondisi seperti ini sangat  kontra produktif  dalam menciftakan kebahagian  bagi masyarakat.

 

Birokrasi sebagai ujung tombak  dalam pelaksanaan pembangunan menjadi lemah semangat, mereka tidak mau di jadikan korban.. sehingga. Birokrasi kita hanya bekerja standar-standar saja bahkan ada yg d bawah standar. Mereka tidak mau menjadi korban penegakan hukum yang lebay..

 

Kepala daerah harusnya segera mencari solusi  atas  masalah ini. Bukankah setiap pemda ada forkopinda ? Mengapa tidak dijadikan isu dalam pertemuan dengan forkopinda.

(Hamidi)

 

Sumber : Dr Herman Hofi

Jn/98

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *